Alam Jadi Korban PT MSM TTN? Masyarakat Pertanyakan AMDAL Dan IPPKH

oleh -447 Dilihat

Minut, Swarakawanua.com – Suara protes bersama tangisan bergemuruh di lima titik Desa Kabupaten/Kota yang berbeda Minahasa Utara dan Kota Bitung berlangsung serentak pada 24 Maret 2025.

Protes tersebut dilayangkan warga Desa Kokole Satu, Kijang, Kampung Ambong, Rondor, dan Kelurahan Pinasungkulan Kota Bitung.

Mereka turun kejalan menyuarakan penolakan terhadap kegiatan pertambangan PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) yang semakin lama semakin memperluas eksploitasi tambangnya hingga ke hutan Marawuwung, Likupang Selatan.

Tragedi lingkungan pun tak terelakkan. Sungai Desa Kijang dan Kampung Ambong yang dulu jernih kini berubah hitam kecoklatan, kotor dan tercemar.

Keindahan yang pernah menjadi kebanggaan masyarakat perlahan lahan hilang musnah akibat dampak pertambangan.

Tak hanya sungai, lahan pertanian pun yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat kini terancam hilang.

Hewan ternak sawah dan kebun warga di Desa Kijang dan Kampung Ambong semakin sulit bertahan di tengah keinginan perluasan tambang yang semakin mo tak terkendali.

Dengan lantang dan berani Masyarakat pun relah turun kejalan mempertanyakan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) serta Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang digunakan PT MSM, mengingat kawasan Marawuwung masuk dalam Hutan Produksi Terbatas (HPT).

Apalagi Proses pertambangan bawah tanah (underground) yang kini sedang berlangsung semakin menambah keresahan warga.

“Dulu sungai ini tempat kami mandi, mencari ikan, dan menjadi sumber air bersih. Sekarang airnya keruh, berlumpur, bahkan tidak bisa digunakan lagi. Apakah ini yang disebut pembangunan?” keluh seorang warga dengan mata penuh kesedihan.

Masyarakat dengan tegas meminta menolak keberadaan PT MSM dan TTN untuk segera angkat kaki dari Sulawesi Utara, khususnya di hutan Marawuwung, Likupang Selatan.

Masyarakat meminta pemerintah Provinsi Sulawesi Utara yang baru Gubernur Yulius Selvanus Komaling segera turun tangan sebelum kerusakan semakin parah dan kehidupan warga benar-benar hancur.

Akankah suara rakyat didengar? Ataukah mereka harus terus menangisi kehancuran alam yang dulunya begitu mereka banggakan?

(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

No More Posts Available.

No more pages to load.