Manado, Swarakawanua.com – Kuasa Hukum para Terbanding/para Penggugat perkara Tata Usaha Negara perihal gugatan Lingkungan Hidup Nomor : 49/G/LH/2022/PTUN.MDO Noch Sambouw, SH, MH, CMC menyampaikan kontra memori banding para Terbanding/para Penggugat terhadap memori banding dari para Pembanding/para Tergugat sudah siap.
Diketahui bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara Manado pada tanggal 29 Agustus 2023 telah memutus perkara perihal gugatan Lingkungan Hidup nomor : 49/G/LH/2022/PTUN.MDO yang amar putusannya menyatakan Izin Lokasi dan Izin Lingkungan yang diterbitkan oleh Bupati Kabupaten Minahasa (Tergugat IV) dibatalkan serta memerintahkan kepada Bupati Kabupaten Minahasa (Tergugat IV) untuk mencabut Izin Lokasi tanggal 17 Mei 2021 dan Izin Lingkungan tanggal 17 Mei 2021 yang diberikan kepada PT. Bangun Minanga Lestari/PT. BML (Tergugat II Intervensi) maka Kadis Lingkungan Hidup Kab. Minahasa (Tergugat II), Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Kab. Minahasa (Tergugat III), Bupati Kab. Minahasa (tergugat IV) serta PT. BML (tergugat II Intervensi) sudah melakukan upaya hukum banding dan sudah memasukkan memori banding.
“Memori banding mereka sudah masuk dan dalam memori banding tersebut menurut para Pembanding Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Manado yang memeriksa perkara dimaksud telah keliru membuat pertimbangan hukum dan memutus perkara dimaksud. Akan tetapi ketika kami pelajari memori banding yang dimasukkan sama sekali jauh panggang dari apinya sehingga tidak bisa melumpuhkan pertimbangan hukum dan amar putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama,” kata Noch Sambouw.
Menurut Sambouw yang keliru bukanlah Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Manado yang memeriksa dan memutus perkara dimaksud melainkan Tergugat II, III, IV dan tergugat II Intervensi atau para Pembandinglah yang keliru dan/atau salah.
“Merekalah yang keliru membaca putusan termasuk salah menangkap dan membuat penafsiran dengan apa yang terjadi selama jalannya persidangan. Dalam amar putusan apa yang telah diuraikan oleh Majelis Hakim pada pertimbangan hukumnya sudah secara rinci dan detail diuraikan mengenai apa yang ditampilkan sesuai fakta dalam proses pemeriksaan perkara dimaksud,” urai Sambouw.
“Judex Facti Pengadilan Tata Usaha Negara Manado telah memeriksa dan mempertimbangkan dengan baik dan benar terkait materi formil gugatan maupun materi pokok perkara hanya saja sudah menjadi kebiasan dalam suatu putusan pihak yang dikalahkan merasa tidak puas namun begitu harusnya luapan ungkapan ketidakpuasan tersebut benar-benar wajar, terukur dan tepat sasaran. Salah satu contoh dalil bantahan dari para Pembanding/Tergugat II, III dan IV yang tidak wajar dan tidak tepat terkait formil gugatan adalah mengenai upaya administratif. Para Pembanding/Tergugat II, III, dan IV mempersoalkan perihal “upaya administrasi” padahal dalam penyelesaian sengketa administrasi tidak ada yang namanya upaya administrasi tetapi yang ada adalah upaya administratif,” ungkap Sambouw.
Menurut para Pembanding/Tergugat II, IIIdan IV para Terbanding/para Penggugat tidak pernah melakukan upaya administratif kepada para Pembanding/Tergugat II, III dan IV terkait Keputusan Tata Usaha Negara dimaksud dan menurut mereka yang melakukan upaya administratif adalah kelompok ALMA-Sea sedangkan para Terbanding/para Penggugat bukanlah pengurus ataupun anggota LSM ALMA-Sea.
“Itulah akibatnya jika tidak memahami substansi subjek yang akan diprotes akibatnya akan fatal dan memalukan sekali. Hal tersebut dalam era modern sekarang biasanya disebut dengan bahasa keren yakni gagal fokus. Panggangnya dimana apinya dimana, yang membuat dan menandatangani surat Upaya Administrasi yang ditujukan kepada para Pembanding/Tergugat II, III dan IV tertanggal 14 Desember 2022 adalah Lenda Juliancie Rende dan Syultje Sangian yakni para Pembanding/para Penggugat a quo (vide Bukti P – 4) trus kenapa para Pembanding/Tergugat II, III dan IV mengatakan LSM ALMA-Sea yang melakukan upaya administratif. Itu merupakan salah satu ungkapa keberatan yang tidak wajar dan gagal fokus karena hal yang sudah nyata-nyata secara fakta disaksikan dalam persidangan lewat bukti P – 4 yang telah dihadirkan dalam persidangan tidak disimak oleh para Pembanding/Tergugat II, III dan IV sehingga sangat-sangat memalukan, “ ujar Sambouw.
“Bukan hanya para Pembanding/Tergugat II, III dan IV yang membuat dalil-dalil keberatan tidak wajar tapi Pembanding/Turut Tergugat II Intervensi (PT. BML) juga membuat hal yang sama. Salah satu contoh keberatan Pembanding/Turut Tergugat II Intervensi (PT. BML) mengatakan Putusan perkara Nomor : 49/G/LH/2022/PTUN.MDO lalai dan tidak teliti karena menurutnya dalam putusan perkara Nomor : 49/G/LH/2022/PTUN.MDO tidak disebutkan secara lengkap nama, keterangan tentang jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman atau tempat kedudukan dari 3 (tiga) orang Penggugat. Padahal yang lalai dan tidak teliti adalah Pembanding/Tergugat II Intervensi (PT. BML) karena pada putusan perkara Nomor : 49/G/LH/2022/PTUN.MDO tanggal 29 Agustus 2023 halaman pertama sudah sangat jelas tertulis nama, kewanganegaraan, keterangan jabatan atau pekerjaan dan tempat tinggal atau kediaman dari Lenda Juliancie Rende dan Syultje Sangian. Hal-hal yang tidak wajar seperti itulah seharusnya tidak pantas untuk dijadikan bahan keberatan,” ungkap Sambouw.
“Padahal pada putusan semua sudah jelas tertulis baik nama, alamat dan itu merupakan identitas lengkap dari penggugat. Ini adalah kesalahan yang tidak harus dibuat oleh pihak berperkara. Ini sudah sangat-sangat kelihatan yang keliru atau salah itu bukanlah Majelis Hakim. Secara umum pun bahkan masyarakat lain sudah bisa melihat bahwa yang keliru atau salah disini adalah mereka pembanding karena kurang memahami dan hati-hati membaca Putusan dan tidak melakukan sinkronisasi apa yang mereka lakukan dalam persidangan dengan apa yang diputuskan oleh majelis hakim,” tegas Sambouw kembali.
Mengenai pokok perkara, para Penggugat melakukan gugatan karena merasa telah dirugikan karena kuantitas air di beberapa titik di Mata Air Kolongan sangat signifikan berkurangnya setelah dilakukan pematangan lahan dan/atau perusakan ekosistem Lingkungan Hidup yang ada diatas Hutan Mata Air Kolongan milik desa Sea bahkan sudah ada beberapa titik mata air yang ada di Hutan Mata Air Kolongan milik desa Sea sudah tidak mengeluarkan air lagi.
Dalam persidangan baik Tergugat II, III dan IV serta Tergugat II Intervensi mengatakan sebelum diterbitkannya Izin Lokasi dan Izin Lingkungan sudah dilakukan proses penapisan antara lain telah dilakukan sosialisasi kepada masyarakat terdampak, penelitian dan penyusunan yang memberikan rekomendasi lokasi dimaksud bisa untuk dijadikan pembangunan perumahan dengan kapasitas 30 Ha. Pada agenda sosialisasi didapati ada keluhan dari warga masyarakat terdampak terkait keberadaan Mata Air Kolongan yang letaknya berbatasan langsung apalagi berada dibawah lokasi yang dimohonkan untuk diterbitkan Ijin Lokasi dan Ijin Lingkungan untuk dijadikan perumahan. Ada ketakutan dari warga masyarakat Mata Air yang digunakan sebagai satu-satunya sumber air bersih mereka akan berkurang atau bisa saja kotor dan kering nantinya kalau lahan diatas Mata Air tersebut akan dialihfungsikan menjadi perumahan.
Bukti yang dihadirkan oleh Tergugat I (Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa) berupa Peta Tata Ruang Wilayah dan Peta Kesesuaian Penggunaan Tanah berdasarkan Risalah PTP Nomor 7/2020 Tanggal 19 Mei 2020 sesuai Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang RTRW Kabupaten Minahasa tahun 2014-2034 nampak dengan jelas lokasi yang diterbitkan Izin Lokasi dan Izin Lingkungan oleh Bupati Minahasa merupakan kawasan yang diperuntukan Pertanian dan Rawan Bencana, ada Kawasan Sempadan Sungai dan Kawasan Sempadan Mata Air.
Bukti yang dihadirkan oleh Tergugat II Intervensi (PT. BML) juga berupa Bukti T.II.Int-6 dalam bukti ini isinya menyebutkan di lokasi yang dimohon kan diterbtikan Ijin Lokasi dan Ijin Lingkungan setelah dilakukan penelitian lokasi tersebut marupakan kawasan lindung yakni : Kawasan Lindung Rawan Bencana dan Kawasan Lindung Sempadan Mata Air.
“Memang benar sudah ada AMDAL yang disusun/dibuat sebagai syarat utama untuk diterbitkannya Izin Lokasi dan Izin Lingkungan. Dalam dokumen AMDAL bisa dilihat dengan jelas saat dihadirkan oleh Tergugat II Intervensi dalam persidangan disitu sangat jelas ada hasil penelitian terhadap lapisan tanah dan kandungan air yang ada didalamnya termasuk penelitian mengenai ketersediaan cadangan air dan aliran air, imbuhan air tanah atau akuifer-akuifer juga Cekungan Air Tanah (CAT) nampak jelas semuanya ada terdapat di lokasi yang dimohonkan Izin Lokasi dan Izin Lingkungan pada gambar-gambar hasil penelitian dan penjelasan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dan penyusun AMDAL. Terbukti bahwa benar apa yang dikeluhkan dan dikhawatirkan oleh warga masyarakat terdampak/pengguna air bersih dari Mata Air Kolongan termasuk para Terbanding/para Penggugat, memang benar ada kekhawatiran warga masyarakat tersebut bisa terjadi jika dilihat dari hasil penelitian dan penjelasan tim penyusun AMDAL. Hanya saja tidak ada tindak lanjut kajian terkait keluhan warga masyarakat terdampak terhadap sumber air yang menjadi satu-satunya sumber air bersih terhadap warga masyarakat yang ada di 3 (tiga) Jaga/Dusun di desa Sea termasuk para Terbanding/para Penggugat setelah dalam penelitian tersebut ditemukan ada imbuhan air tanah, akuifer air tanah dan Cekungan Air Tanah di lokasi dimaksud malah tim penyusun AMDAL menganggap hal tersebut tidak penting untuk dikaji dan mengklasifikasikan hal tersebut sebagai Dampak Tidak Penting Hipotek (DTPH) hanya untuk memuluskan proses penerbitan Izin Lokasi dan Izin Lingkungan,” ungkap Sambouw.
“Jadi, mengenai pertimbangan hukum dan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Manado perkara Nomor : 49/G/LH/2022/PTUN.MDO tanggal 29 Agustus 2023 sudah sangat objektif dan berdasarkan peraturan perundangan serta memberikan kebenaran dan keadilan baik untuk formil gugatan maupun pokok perkara,” timpal Noch menambahkan.
Disisi lain Dr. Theodorus H W Lumunon SH, M Hum sebagai saksi Ahli Hukum Lingkungan Hidup yang hadir memberikan keterangannya di persidangan 18 Juni 2023 lalu menejelaskan dalam melakukan kajian AMDAL ada beberapa tahapan salah satunya penapisan.
“Penapisan itu harus melihat kesesuaian dengan RT/RW Pemda Minahasa. Dalam pertimbangan teknis pertanahan disitu sudah jelas dikatakan diperuntukan kawasan rawan bencana dan pertanian. Harus ada prinsip kehati-hatian dari penyusun AMDAL. Jadi kalau kawasan rawan bencana itu tidak bisa ada aktivitas yang akan mengakibatkan terganggunya fungsi utama kawasan tersebut. Begitu juga dengan kawasan pertanian yang berada di kawasan lindung tidak bisa ada pembangunan selain untuk fasilitas penunjang kawasan lindung tersebut. Jadi berdasarkan hasil penelitian dan disesuaikan dengan RT/RW Kabupaten Minahasa tahun 2014-2034 AMDAL yang dibuat oleh PT. BML untuk pembangunan perumahan dilokasi yang dimohonkan Izin Lokasi dan Izin Lingkungan tidak bisa dilanjutkan,” beber Mner Theo.
Jadi menurut saya AMDAL itu cacat hukum dan disini yang memberikan rekomendasi keliru. Dari awal saja dalam melakukan suatu kegiatan haruslah memperhatikan RT/RW Kabupaten Minahasa baru dilakukan penerbitan AMDAL. Jelas kalau kawasan yang sudah ditetapkan dalam RT/RW merupakan kawasan rawan bencana, kawasan pertanian karena merupakan kawasan lindung sudah seharusnya tidak bisa dijadikan sebagai kawasan permukiman/perumahan apalagi dalam skala besar.
Sementara itu mantan Hukum Tua Desa Sea tahun 1987-1995 Johan Pontororing yang sekarang berumur 70 tahun mengatakan sejak dahulu kala semenjak beliau masih kecil sampai dewasa dan menjadi Hukum Tua sampai sebelum Hukum Tua Royke Sangian menjabat sebagai Hukum Tua desa Sea sudah ditetapkan secara lisan dan berlaku sebagai aturan di Desa Sea yang mana kawasan yang dimohonkan Izin Lokasi dan Izin Lingkungan tersebut tidak bisa di jadikan sebagai kawasan permukiman karena merupakan areal penunjang dan pelindung Mata Air yang ada di Hutan Mata Air Kolongan milik Desa Sea.
“Rupa ini tu aer di Mata Aer so mulai kering sadiki demi saadiki, lama-lama kalu kase biar tu perombakan tanah yang ada diatas Mata Aer pasti mo kering samua tu mata aer yang ada disitu,” ungkap Johan Pontororing. (MJS)