Hakim Gunakan Ex Officio, Kelompok ALMA-Sea Bakal Lanjut Hukum Banding

oleh -594 Dilihat

Manado, Swarakawanua.com – Merasa keberatan dengan pertimbangan hukum dan amar putusan atas perkara 713/Pdt.G/2021/PN Mnd dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Manado. Kelompok ALMA-Sea melalui kuasa hukumnya melakukan upaya hukum banding.

Penasehat hukum Kelompok Alma Sea Noch Sambouw, SH, MH, CMC didampingi James Manahutu, SH menjelaskan alasan cliennya melakukan upaya hukum banding karena pertimbangan hukum Majelis Hakim dengan dasar kewenangan “ex officio ultra petita” dinilai tidak tepat atau keliru dimana Gugatan Penggugat dinyatakan tidak diterima atau N.O (Niet Onvankelijke Verklaard) karena menurut Majelis Hakim ada pihak yang tidak dimasukkan oleh Penggugat dalam proses perkara saat itu.

Menurut Sambouw, seharusnya kewenangan ex officio ultra petita dari Majelis Hakim hanya bisa digunakan dalam hal formil gugatan kewenangan mengadili kompetensi obsolut atau kompetensi relatif dan dalam pokok perkara atas hal-hal yang tidak dimohonkan oleh para pihak tapi hal-hal tersebut terungkap dalam fakta persidangan namun jika menyangkut adanya kepentingan mendesak atau kepentingan umum.

Dalam putusan perkara class action nomor 713/Pdt.G/2021/PN Mnd Majelis Hakim telah menggunakan kewenangan ex officio ultra petita atau telah menggunakan kewenangan ex officio melawan peraturan perundangan hukum acara perdata karena 3 (tiga) instansi yang disebutkan tersebut tidak dimohonkan oleh pihak manapun untuk bergabung dalam pemeriksaan perkara nomor 713 itu (Rbg Pasal 189 ayat (3) yang bunyinya, “Hakim dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon”.

“Dalam putusan tersebut Majelis Hakim menyebutkan ada pihak yang tidak dimasukkan dalam gugatan yakni Badan Pertanahan Kabupaten Minahasa, Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Utara, serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Utara itu menurut majelis hakim,” bebernya.

Lebih jauh dijelaskannya, di dalam proses beracara perkara perdata di pengadilan negeri telah diatur oleh hukum acara perdata mengenai para pihak yang hendak diikutkan dalam suatu perkara. Hukum acara perdata telah mengatur dan memberikan kesetaraan hak bagi para pihak yang berperkara baik pihak penggugat maupun pihak tergugat dalam menentukan pihak-pihak mana yang boleh dan yang wajib diikutkan dalam suatu perkara.

Pihak penggugat sudah diberikan hak yang seluas-luasnya untuk menggugat siapa-siapa saja yang sekiranya dirasa telah merugikan kepentingan penggugat.

Begitu juga pihak tergugat sudah diberikan kesempatan untuk menolak dan/atau membantah serta meminta pihak yang dianggap memiliki kepentingan hukum dalam perkara tersebut untuk ikut bergabung membantunya dalam pemeriksaan perkara dimaksud.

Selain itu kepada pihak manapun yang merasa memiliki kepentingan dalam suatu perkara perdata yang sedang diperiksa di pengadilan telah diberikan kesempatan oleh hukum acara perdata untuk bisa ikut menggabungkan diri dalam permeriksaan perkara dimaksud.

Noch Sambouw pun menguraikan ruang/wadah yang telah diatur oleh hukum acara perdata terkait para pihak yang berperkara, sebagai berikut :
“Hukum Acara Perdata telah memberikan wadah kepada pihak tergugat untuk menolak dijadikan pihak dalam suatu perkara ataupun berhak meminta/memohon kepada Majelis Hakim menyatakan gugatan penggugat kurang pihak jika pihak tergugat merasa ada pihak lain yang memiliki andil atau memiliki keterkaitan hukum dalam pemeriksaan perkara dimaksud dalam wadah EKSEPSI”.

“Jika tergugat merasa ada pihak/orang yang bisa membantunya dalam pemeriksaan perkara dimaksud karena ada keterkaitan hukum dalam gugatan dimaksud maka hukum acara perdata juga telah memberikan wadah INTERVENSI VRIJWARING kepada tergugat untuk bisa menarik pihak/orang tersebut untuk menjamin kepentingan tergugat menghadapi gugatan penggugat”.

“Jika ada pihak/orang lain yang walaupun tidak dimasukkan sebagai pihak dalam gugatan oleh penggugat juga tidak ditarik oleh tergugat untuk membantu kepentingannya namun merasa memiliki kepentingan untuk membantu salah satu pihak yang sedang berperkara apakah penggugat atau tergugat maka sudah ada wadah yang disiapkan oleh hukum acara perdata untuk bisa melakukan upaya hukum bergabung dalam pemeriksaan perkara dimaksdu dalam bentuk INTERVENSI VOEGING agar bisa membantah pihak penggugat yang tidak memasukan pihak-pihak yang menurut tergugat harus dimasukkan dalam perkara tersebut”.

“Jika ada pihak/orang lain yang merasa dirinya berkepentingan untuk dirinya sendiri pada suatu perkara yang sedang diperiksa di pengadilan maka sudah ada wadah yang disiapkan oleh hukum acara perdata dalam bentuk INTERVENSI TUSSENKOMST”.

Dengan adanya wadah-wadah yang telah diatur oleh hukum acara perdata tersebut diatas hal tersebut sudah membantu tergugat dan atau pihak/orang lain memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya dalam menentukan siapa-siapa yang boleh dan wajib tergabung dalam pemeriksaan suatu perkara di pengadilan sehingga terkesan memposisikan diri sebagai penggugat adalah sesuatu yang berat.

Oleh karenanya sudah ada contoh putusan yang sudah dijadikan tolak ukur oleh Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara di pengadilan, yakni Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 305 K/Sip/1971, tanggal 16 Juni 1971; Pertimbangan hukum dalam putusan menyebutkan berdasarkan azas acara Perdata bahwa hanya PENGGUGAT lah yang berwenang untuk menentukan siapa-siapa yang akan digugatnya.

Hal tersebut menurut Sambouw sangat tepat karena hanya penggugatlah yang mengetahui siapa/pihak mana saja yang telah membuat dirinya merasa dirugikan. Selain itu dalam hukum acara perdata tidak sekalipun diatur bahwa Majelis Hakim memiliki kewenangan untuk menentukan siapa-siapa yang boleh dan wajib untuk digugat oleh penggugat.

“Kewenangan ex officio memang telah diatur dalam Undang-Undang Kehakiman namun majelis hakim tidak bisa mengambil kesimpulan atau putusan yang bertentangan dengan undang-undang dalam hal ini hukum acara perdata karena dalam RBg telah disebutkan dengan jelas bahwa majelis hakim tidak bisa mengambil putusan dengan apa yang tidak dimohonkan oleh para pihak yang berperkara. Disini dari kedua belah pihak yang berperkara tidak ada yang memohon untuk memasukkan nama ketiga instansi yang telah disebutkan tadi untuk ikut terlibat dalam pemeriksaan perkara a quo. Jadi, tergugat saja tidak merasa keberatan kalau mereka tidak dimasukkan,” kata Sambouw.

“Apalagi ketiga instansi ini juga tidak mengajukan diri sebagai intervenien didalam proses pemeriksaan perkara 713/Pdt.G/2021/PN Mnd. Jadi, kewenangan ex officio yang diambil oleh Majelis Hakim menurut kami penggugat itu adalah langkah yang berlebihan artinya jika majelis menggunakan kewenangan ex officio dan telah masuk kedalam formil gugatan karena kekurangan pihak kami menganggap majelis hakim sudah memposisikannya berdiri di pihak tergugat dan itu tidak fair, karena seharusnya dalam pemeriksaan perkara perdata hakim haruslah bersifat pasif bukan aktif. Sudah ada aturan yang mengatur jika kurang pihak, tergugat haruslah mengajukan dalam esepsi atau pihak yang merasa dirugikan atau berkepentingan dia sendiri yang harus masuk sebagai intervenien,” sambungnya.

Menurut Majelis Hakim Tingkat Pertama bahwa Badan Pertanahan Kabupaten Minahasa harus dimasukkan sebagai pihak karena ada SHM No. 1966/Desa Sea yang dimasukkan sebagai bukti oleh Tergugat IV.

Hal tersebut ditanggapi oleh Sambouw dengan mengatakan Majelis Hakim keliru mempelajari bukti tersebut karena SHM No. 1966/Desa Sea milik Tergugat IV sama sekali tidak berhubungan dengan Objek Sengketa perkara yang diperiksa, objek tanah SHM No. 1966/Desa Sea tidak berbatasan dengan tanah Objek Sengketa perkara 713/Pdt.G/2021/PN Mnd karena masih ada jalan kebun diantara objek tanah SHM No. 1966/Desa Sea dengan Objek Sengketa.

Selanjutnya tanah Objek Sengketa belum bersertifikat hanya memiliki Surat Keterangan Ukur dan tidak memiliki Sertifikat atau Surat Keterangan apapun dari BPN Kabupaten Minahasa. Yang terpenting adalah penggugat tidak pernah merasa dirugikan oleh BPN Kabupaten Minahasa terkait dengan Objek Sengketa yang diperkarakan.

Berikut menurut Majelis Hakim Tingkat Pertama bahwa Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Utara haruslah ikut dimasukkan sebagai pihak dalam perkara tersebut karena ada bukti yang dimasukkan oleh Tergugat I berupa Surat Keterangan dari Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Utara yang menerangkan Objek Sengketa tidak termasuk dalam data sebagai Kawasan Hutan.

Hal tersebut ditanggapi oleh Sambouw secara gamblang dengan mengatakan bahwa sudah jelas bunyi Surat Keterangan dari Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Utara telah menyebutkan Objek Sengketa tidak masuk dalam daftar data sebagai KAWASAN LINDUNG berarti pihak Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Utara jelas-jelas tidak memiliki kepentingan di Objek Sengketa trus kenapa Majelis Hakim meminta penggugat harus memasukkan pihak Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi utara harus dimasukkan sebagai pihak dalam pemeriksaan perkara tersebut. Lagipula penggugat tidak merasa dirugikan oleh pihak Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Utara.

Begitu pula dengan pihak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Utara yang menurut Majelis Hakim harus dijadikan sebagai pihak dalam pemeriksaan perkara Nomor : 713/Pdt.G/2021/PN Mnd karena dalam pemeriksaan perkara tersebut ada bukti yang dimasukkan oleh Tergugat I berupa Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Utara tentang Pemberian Ijin Membuat Sumur Bor kepada Tergugat I.

Menurut Sambouw hal tersebut sangat salah dan bukan lagi keliru karena lokasi pembuatan Sumur Bor seusai Ijin Pengeboran yang dikeluarkan oleh Kepala Dina Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Utara berada jauh yakni berjarak sekitar 500 meter dari Objek yang disengketakan.

Jelas-jelas salah dan bukan lagi keliru, Ijin Sumur Bor tidak ada kaitan dengan penggusuran dan/atau pengrusakkan Objek Sengketa karena Sumur Bor yang dibuat oleh Tergugat I jaraknya sekitar 500 meter dari Objek Sengketa trus kenapa juga Majelis Hakim mewajibkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk dimasukkan sebagai pihak dalam perkara tersebut.

“Jadi, disini sudah jelas-jelas objek sengketa I dan II termasuk dalam sebagian lahan Hutan Mata Air Kolongan Desa Sea dan itu ada terdaftar dalam buku register Desa Sea nomor 916 folio 233,” tegas Sambouw kembali.

Noch menyimpulkan hal itulah yang menjadi kekeliruan majelis hakim dalam memutuskan perkara ini. Namun ia tak memungkiri atas undang-undang kehakiman untuk memberikan kewenangan ex officio kepada majelis hakim untuk berbuat sesuka hati.

“Kewenangan ex officio yang termasuk dalam undang-undang kehakiman ini sudah sepatutnya diperbaharui. Atau lebih tepatnya hanya dikhususkan pada persolan yang krusial atau dalam pokok perkara gugatan.

Ditanya terkait pemasukan memori banding sudsah sejauh mana. Noch menyampaikan memori banding tersebut telah disalurkan ke pihak-pihak yang berperkara.

“Memori banding sudah kami masukkan tanggal 27 Maret 2023. Kemungkinan dua atau tiga Minggu kedepan pihak tergugat akan memasukkan kontra memori banding. Dan setelah dimasukkan itu juga akan diberikan kepada kami sebagai penggugat selanjutnya setelah rampung berkas perkara kami akan melakukan pemeriksaan atau inzagi sebelum dikirmkan oleh kepaniteraan Pengadilan Negeri Manado ke Pengadilan Tinggi Manado untuk diperiksa dan diproses pada peradilan tingkat banding,” ungkapnya.

Sambouw berharap apabila berkas perkara telah dikirimkan ke Pengadilan Tinggi manado maka ada harapan dari pihak penggugat agar Majelis Hhakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Manado akan memeriksa dan mengadili perkara dimaksud berdasarkan asas kepastian hukum, asas keadilan dan asas manfaat agar penerapan hukum benar-benar nyata. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

No More Posts Available.

No more pages to load.