Minut, Swarakawanua.com – Dalam sidang tindak pidana pemilu hari ke 6, Penasehat Hukum (PH) terdakwa DR Santrawan Paparang mengatakan secara tegas, kiranya hakim berkiblat sepenuhnya pada undang-undang Pemilu jangan multitafsir.
Hal itu diungkapkan Santrawan Paparang dalam sidang pledoi, di PN Airmadidi, Minahasa Utara (Minut), Senin 20 Mei 2024.
Dikatakan Paparang pihaknya secara tegas dalam pledoi sudah menyatakan, hal itu bukan tanpa sebab, semua ada konsekuensi.
“Kalaupun berbeda maka upaya pertama yang akan kami lakukan adalah banding. Yang ke dua kami wajib akan mengambil langkah keadilan untuk melaporkan majelis hakim, kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Wakil Ketua Mahkamah Agung RI bidang yudisial, Kepalada Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, Komisi Yudisial, Menkopolhukam, serta Ketua dan Wakil Ketua Komisi III DPR RI,” tegas Paparang.
Paparang menjelaskan sejak awal perkara pidana khusus Pemilu ini sudah tidak layak disidangkan sebagaimana tertuang dalam eksepsi.
Menurutnya hal itu sudah jelas-jelas tertuang pada Pasal 484 UU No 17 tahun 2017 tentang Pemilu. Kata dia, sangat jelas tertulis dalam mengadili perkara pemilu maksimal lima (5) hari sebelum diadakannga penetapan nasional.
“Pasal 484 UU No 17 tahun 2017 berbunyi; Ayat (1). Putusan pengadilan terhadap kasus tindak pidana pemilu yang menurut undang-undang ini dapat mempengaruhi perolehan suara peserta pemilu harus sudah selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum KPU menetapkan hasil pemilu secara nasional. Sudah sangat jelas tertulis,” kata Paparang.
Paparang menjelaskan sejak awal perkara pidana khusus Pemilu ini sudah tidak layak disidangkan sebagaimana tertuang dalam eksepsi.
“Perkara ini mulai tanggal 20 Maret, namun hingga 20 Mei perkara belum di putus,” jelas Paparang.
Kata dia, sangat jelas tertulis dalam mengadili perkara pemilu maksimal lima (5) hari sebelum diadakannga penetapan nasional.
Dalam pledoi tersebut, Paparang kembali mengungkapkan, jangan karena ada koordinasi antar instansi maka berani menabrak aturan.
“Kalau berani menabrak aturan karena ada kordinasi antar instansi, masing-masing ada konsekuensinya,” tegasnya lagi.
Meski begitu, Paparang berharap, dalam pengambiln keputusan Majelis Hakim berkiblat sepenuhnya kepada undang-undang, jangan melihat kiri dan kanan, jangan karena ada koordinasi kiri, koordinasi kanan, tegak luruslah.
Penulis : Mario Sumilat