Bitung, Swarakawanua.com, – Sidang lanjutan Praperadilan AGT alias Andreas dengan agenda pemeriksaan saksi pemohon dan saksi termohon di Pengadilan Negeri Bitung yang dipimpin langsung oleh Hakim tunggal Rustam, SH.,MH. Senin (30/3)
Sidang dimulai pukul 11:30 – 21:30 wita ini menghadirkan dua ahli pemohon dalam hal ini kuasa hukum AGT, Dr. Dani Pinasang, SH.,MH sebagai Ahli Hukum Administrasi Negara dan Ahli Hukum Pidana Michael Barahama, SH.,MH.
Dr. Dani Pinasang mengatakan, penetapan AGT sebagai tersangka dalam kasus tindak pindana korupsi sangat tidak tepat, karena ini tergolong penyalahgunaan wewenang dan harus diselesaikan Pengadilan Tatausaha Negara (PTUN), sesuai parturan perundang-undangan persoalan mengenai administratif dan penyelewengan jabatan, harus bermuara pada PTUN, bukan tipikor.
“Apalagi dalam kasus AGT tidak ditemukan bukti adanya kerugian Negara, sehingga tidak tepat kalau persoalan ini menjadi kasus tindak pidana korupsi,” kata Pinasang.
“Dalam undang-undang 30 tahun 2014 dan peraturan pemerintah nomor 12 tahun tahun 2017, setiap kasus dugaan penyelewengan atau menyebabkan kerugian negara, dalam penanganannya melibatkan Aparat Interen Pengawasan Pemerintah (APIP) lebih dulu untuk diselesaikan baik itu secara administrasi ataupun pengembalian kerugian negara,” katanya.
Hal yang sama juga dikatakan ahli Hukum Pidana, Michael Barahama SH MH, penetapan AGT sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi tanpa adanya kerugian negara kurang tepat.
“berbicara tipikor, maka harus ada tafsiran kerugian negara.
Begitu juga dengan potential loss, itu tidak bisa dijadikan acuan seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka, jika hal itu bisa menjadikan seseorang sebagai tersangka, seluruh pejabat Negara bisa dijadikan tersangka, jika baru potensi kerugian sudah bisa menetapkan seseorang jadi tersangka.” Jelasnya.
Lanjut Barahama, penetapan tersangka tindak pidana korupsi, penyidik harus memiliki bukti kerugian negara yang nyata, seberapa besar kerugian Negara berdasarkan hasil audit BPK.
“Seharusnya, sebelum menetapkan tersangka, harus memiliki bukti yang nyata. Dan bukti yang nyata, harus berdasarkan audit BPK, Sesuai UUD” tambahnya.
Lebih menarik lagi ketika ahli yang disiapkan kejaksaan, Nasrulah, S.E., A.k Auditor BPKP RI Perwakilan Sulut, membenarkan jika terjadi kesalahan administrasi harus diselesaikan secara administrasi.
Ahli kejaksaan juga menyampaikan, untuk membuktikan orang atau badan, usaha atau badan hukum dikatakan telah melakukan pengadaan harus memiliki
Kontrak, Berita Acara Serah Terima
,Faktur pembelian dan Bukti transfer rekening atau bukti pembayaran.
Menanggapi pernyataan ahli dari kejaksaan, Michael Jacobus SH MH mengtakan, dari bukti-bukti yang disebutkan ahli diatas, tidak ada nama AGT atau keluarga AGT dalam dokumen-dokumen. “Bagaimana mengatakan AGT melakukan pengadaan sedangkan namanya tidak ada di semua dokumen-dokumen tersebut.” Ujar Jacobus.
Pantauan media ini dalam persidangan, kuasa Hukum AGT Michael Jacobus juga menanyakan kepada ahli, jika uang yang sudah ditransfer ke pihak ketiga, apa masih bisa disebut uang Negara? Ahli memjawab, jika sudah terbayarkan ke pihak ketiga, itu bukan lagi uang Negara tapi sudah uang pribadi.
Usai persidangan Michael Jacobus yang diwawancarai media ini mengatakan, dengan keterangan-keterangan dari semua ahli, baik yang dibawa Tim AGT dan Pihak Kejaksaan, semuanya menyebutkan, jika ada pelanggaran administrasi harus diselesaikan dengan administrasi. “Semua ahli menyebutkan, jika ada kesalahan administrasi, itu wajib diselesaikan secara administrasi. Berarti penetapan tersangka kepada adalah Kriminalisasi. (MJS)