Minut, Swarakawanua.com – Kuala Talawaan yang menjadi salah satu sarana alami yang dikaruniakan Tuhan sebagai penunjang kehidupan masyarakat, baik di sektor pertanian, perikanan, pariwisata, dan lain sebagainya, terancam rusak.
Sungai yang mengalir dari pegunungan Tatelu Kecamatan Dimembe ini melintas lewat Desa Talawaan Kecamatan Talawaan, yang kehidupannya sangat bergantung pada sungai (kuala) tersebut, akhir-akhir ini warnanya berubah menjadi keruh.
“Memang air kuala ini tidak sejernih air di kuala lain, di kyala ini bamyak jenis ikan, udang, bahkan sogili (belut) tapi warna yang sekarang, sudah jauh berbeda dengan warna sebelumnya,” keluh Goni Sumampouw warga setempat, Kamis (29/4/21).
Akibat warna kuala air ini berubah menjadi keruh kecoklatan, warga yang biasa mandi dian mencuci pakaian, tidak berani menggunakannya.
“Warga takut, jangan-jangan warna air ini berubah akibat adanya peningkatan volume pertambangan di Tatelu, mengingat tambang Rakyat Tatelu sudah ditangani oleh perusahaan raksasa, sehingga kami takut perubahan warna air ini ada keterkaitan dengan hal itu. Kami berharap semoga ini bukan pencemaran akibat limbah berbahaya dari tambang,” tandas Goni Sumampouw.
Sementara Robert Mapaliey warga desa yang sama, namun wilayah berbeda, menilai kuala atau sungai Talawaan sekarang sudah tercemar.
“Perubahan warna saja sudah bisa jadi alasan kalau torang pe kuala ini sudah tercemar. Apalagi kalau kami ambil sampel air dan bawa ke laboratorium untuk diperiksa,” ujarnya.
Dikatakan Robert, Kuala Talawaan ini cukup vital bagi kehidupan masyarakat. “Selain dipakai untuk mandi dan mencuci pakaian, ternak seperti sapi disini minum air kuala ini. Semoga perubahan warna ini tidak merusa habitat Kulaa Talawaan ini. Kami tidak menuduh pihak perusahaan mana, tapi kami takut jangan sampai terjadi pencemaran lingkungan yang fatal, sehingga rakyat yang dikorbankan demi keuntungan pihak-pihak tertentu. Kami minta Pemprov Sulut dan Pemkab Minut, lakukan investigasi, pastikan apa penyebab sehingga kuala ini menjadi keruh berlumpur seperti sekarang, sebelum ada yang menjadi korban keganasa pertambangan,” tutupnya. (MJS)